Minggu, Oktober 25, 2015

Badai dan Kerikil


Pernahkah kamu melihat badai sebesar itu?
Pernahkah kamu melewatinya?
Banyak di antara kamu pasti pernah melewatinya. Punya banyak hal untuk
diceritakan, dibanggakan. Bersukur karena telah melewati badai terbesar
yang pernah kamu temui. Merumuskan cara yang mungkin kebetulan kamu
temui saat melewati badai besar tadi, dan membuat daftar apa saja yang
perlu disiapkan saat menemui badai sedahsyat itu.
Semua yang besar, akan jelas terlihat, akan cukup waktu untuk
menyadarinya dan kemudian bersiap menghadapinya. Namun bagaimana
kisahnya jika badai itu kecil? Bahkan lebih kecil dari badai, mungkin juga
lebih kecil dari kerikil pantai.
Ketika kamu menemui sebuah badai, badai yang besar. Kamu akan
menyadarinya lebih awal. Akan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan
diri. Semua itu bisa mendukungmu melewati semuanya, meski sendiri.
Akan tetapi, jika bentuknya kecil, anggap saja lebih kecil dari kerikil,
kadang kamu tak pernah menyadarinya. Kamu tak punya persiapan. Kamu
tak punya ancang-ancang. Bahkan cenderung meremehkan, menghadapinya
begitu saja. Hasilnya apa? Kaki yang berdarah. Rasa sakit yang
menyelinap ke dalam, perlahan.
Sesuatu yang kecil bisa menyelinap dan menghancurkan dari dalam. Dan
yang paling menakutkan adalah, semuanya terjadi tanpa sempat kamu
sadari.
Ironis rasanya mengetahui bagaimana seorang manusia bisa dengan
percaya diri dan mudahnya melewati sebuah badai yang besar. Namun
dalam waktu yang sama mengetahui ada beberapa pasang manusia yang
bisa hancur hanya karena kerikil kecil.
Sepasang manusia yang akhirnya rela saling melepaskan genggaman
tangan hanya karena ancaman kerikil kecil, padahal sebelumnya pernah
melewati puluhan badai yang luar biasa besarnya berdua. Logikanya,
sepasang manusia yang berhasil melewati badai berdua atas nama cinta
pasti lebih bisa melewati kerikil kecil. Namun sekali lagi, cinta seringkali
tak sejalan dengan logika.
Badai yang besar harusnya malu kepada kerikil kecil. Dan sepasang
manusia yang kehilangan cinta hanya karena kerikil kecil, akan tertutup
mukanya oleh pasir yang terbawa angin badai.
Aku tak ingin malu di depan badai dan kerikil, beserta pasir yang
senantiasa menyertai mereka.
Sebuah cinta, semestinya lebih digdaya dari badai dan kerikil yang
melanda.
Kepada kamu, genggam tanganku. Kita lewati badai, kita langkahi kerikil. ♥ ilaffyualfianmarcovalentino:*♥

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa mampir coment ! :)

Badai dan Kerikil

| |


Pernahkah kamu melihat badai sebesar itu?
Pernahkah kamu melewatinya?
Banyak di antara kamu pasti pernah melewatinya. Punya banyak hal untuk
diceritakan, dibanggakan. Bersukur karena telah melewati badai terbesar
yang pernah kamu temui. Merumuskan cara yang mungkin kebetulan kamu
temui saat melewati badai besar tadi, dan membuat daftar apa saja yang
perlu disiapkan saat menemui badai sedahsyat itu.
Semua yang besar, akan jelas terlihat, akan cukup waktu untuk
menyadarinya dan kemudian bersiap menghadapinya. Namun bagaimana
kisahnya jika badai itu kecil? Bahkan lebih kecil dari badai, mungkin juga
lebih kecil dari kerikil pantai.
Ketika kamu menemui sebuah badai, badai yang besar. Kamu akan
menyadarinya lebih awal. Akan lebih banyak waktu untuk mempersiapkan
diri. Semua itu bisa mendukungmu melewati semuanya, meski sendiri.
Akan tetapi, jika bentuknya kecil, anggap saja lebih kecil dari kerikil,
kadang kamu tak pernah menyadarinya. Kamu tak punya persiapan. Kamu
tak punya ancang-ancang. Bahkan cenderung meremehkan, menghadapinya
begitu saja. Hasilnya apa? Kaki yang berdarah. Rasa sakit yang
menyelinap ke dalam, perlahan.
Sesuatu yang kecil bisa menyelinap dan menghancurkan dari dalam. Dan
yang paling menakutkan adalah, semuanya terjadi tanpa sempat kamu
sadari.
Ironis rasanya mengetahui bagaimana seorang manusia bisa dengan
percaya diri dan mudahnya melewati sebuah badai yang besar. Namun
dalam waktu yang sama mengetahui ada beberapa pasang manusia yang
bisa hancur hanya karena kerikil kecil.
Sepasang manusia yang akhirnya rela saling melepaskan genggaman
tangan hanya karena ancaman kerikil kecil, padahal sebelumnya pernah
melewati puluhan badai yang luar biasa besarnya berdua. Logikanya,
sepasang manusia yang berhasil melewati badai berdua atas nama cinta
pasti lebih bisa melewati kerikil kecil. Namun sekali lagi, cinta seringkali
tak sejalan dengan logika.
Badai yang besar harusnya malu kepada kerikil kecil. Dan sepasang
manusia yang kehilangan cinta hanya karena kerikil kecil, akan tertutup
mukanya oleh pasir yang terbawa angin badai.
Aku tak ingin malu di depan badai dan kerikil, beserta pasir yang
senantiasa menyertai mereka.
Sebuah cinta, semestinya lebih digdaya dari badai dan kerikil yang
melanda.
Kepada kamu, genggam tanganku. Kita lewati badai, kita langkahi kerikil. ♥ ilaffyualfianmarcovalentino:*♥

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan lupa mampir coment ! :)

.

 

Fika Stefani Auliya. Design By: SkinCorner